27 November 2014

“ Krisis Sastra, Krisis Karakter Bangsa “

Oleh:
Kurniana
Sastra merupakan karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya sastra berarti karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra memberikan wawasan yang umum tentang manusiawi, sosial, maupun intelektual, dengan caranya yang khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk menginterpretasikan teks sastra sesuai dengan wawasannya sendiri (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Sastra juga merupakan pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia ( Mursal Esten : 1978). Dengan kata lain sastra merupakan salah satu bagian dari kekayaan budaya dan peradaban suatu bangsa. Sastra juga mampu menunjukkan jati diri suatu bangsa yang sekaligus menjaga suatu bangsa dari arus modernisasi lewat pesan moral yang terkandung didalamnya.
Akan tetapi, bagaimana fungsi sastra dapat berpengaruh luas terhadap Indonesia jika masyarakat Indonesia sendiri kurang peduli terhadap sastra.Budaya untuk gemar membaca sastra diawali dengan rasa senang untuk membaca.Namun, menurut data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Masyarakat Indonesia lebih banyak tertarik dan memilih untuk menonton TV (85,9%) dan atau mendengarkan radio (40,3%) disbanding membaca koran (23,5%).
Hasil penelitian yang dilakukan Tim Program of International Student Assessment (PISA) Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas menunjukkan kemahiran membaca anak usia 15 tahun di Indonesia sangat memprihatinkan. Sekitar 37,6 persen hanya bias membaca tanpa bias menangkap maknanya dan 24,8 persen hanya bias mengaitkan teks yang dibaca dengan satu informasi pengetahuan (Kompas, 2 Juli 2003). Hal ini juga diungkapkan oleh mantan Wakil menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Musliar Kasim,bahwa minat baca anak-anak di Tanah Air masih rendah ( Antara News, 5 November 2012 ).
Modernisasi yang berkembang pesat saat ini juga mengubah cara pandang sebagian besar pemuda Indonesia yang seolah-olah menenggelamkan sastra yang membawanya pada kepunahan.Dimata generasi muda, sastra merupakan hal yang kuno dan terbelakang yang menyebabkan kurangnnya minat untuk membaca ,memahami, atau membuat karya sastra itu sendiri.
Disisi lain, sastra juga dianggap sebagai suatu bacaan yang susah untuk dipahami, dilihat dari bahasa yang digunakan, cerita yang diangkat ,serta pesan yang ingin disampaikan sangat kompleks. Hal ini juga yang menjadi penyebab kurangnya minat pemuda untuk membaca karya sastra.Padahal, Sastra bukan sekedar bacaan yang berfungsi untuk menghibur ,namun sastra juga dapat menyentuh pribadi kehidupan manusia, menunjang keterampilan, meningkatkan pengetahuan , mengembangkan rasa karsa , serta membentuk watak ( Moody dalam Rizanur Gani, 1988 ). Pengembangan rasa karsa menyangkut pengembangan sensasi motor yang memadu aktifitas fisik dan sensitifitas rasa, pengembangan kecendikiaan, yaitu proses logis yang mengandung persepsi akurat, interpretasi bahasa dengan formulasi yang serasi, pengembangan perasaan yang melibatkan rasa serta emosi, dan pengembangan rasa social yaitu kesadaran sikap yang didasarkan pada pengertian dan minat terhadap lingkungan, sampai kepada perubahan positif dalam menjunjung tingg inilai-nilai budaya bangsa yang wujudnya nasional.
Sastra diciptakan dengan kreativitas yang tinggi, bersifat fiktif namun merupakan hasil pengamatan, hasil tanggapan, fantasi, perasaan, pikiran, dan merupakan kehendak tentang dunia nyata.Dalam sastra kenyataan hidup ditampilkan secara menakjubkan.Itulah sebabnya“ sastra menjadi sebuah cermin atau gambar mengenai kenyataan “ ( Luxemburg ,1984 ). Tolstoy juga mengungkapkan bahwa sastra mempunyai tugas suci yang dapat dijadikan alat untuk membuka hati orang, bahkan dalam keutuhan bentuknya, sastra dapat menyentuh pribadi kehidupan manusia, menunjang keterampilan berbahasa, dan pembentukan watak seseorang.
Sayangnya, kurangnya minat tersebut berakibat pada merosotnya sikap – sikap serta karakter pemuda Indonesia yang ditiru lewat karya-karya seni modern yang dianggap lebih menyenangkan.Bagaimana tidak, dilihatdari jam bermain anak-anak Indonesia masih sangat tinggi.Sebagai perbandingan, anak-anak di Korea dan Vietnam yang mengabiskan waktu mereka untuk belajar dan membaca bersama.
Dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia belum menyadari pentingnya sastra bagi suatu bangsa yang mampu menciptakan karakter baik bagi bangsanya.Perilaku konsumtif terhadap karya seni modern yang bersifat mejauhkan dari jati diri bangsa malah semakin digemari. Krisis sastra di negeri sendiri ini juga menunjukkan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap perubahan sikap generasi muda kearah negatif yang mulai meniru budaya asing tanpa penyaringan yang ketat.
Artinya, gemar terhadap sastra merupakan salah satu cara yang harus dijaga agar karakter tersebut dapat dilestarikan, karena sastra mengambil peranan penting terhadap pertahanan karakter yang dilihat dari fungsi sastra itu sendiri yang menunjukkan bahwa sastra bukan sekedar bacaan yang berfungsi untuk menghibur tapi juga mampu membawa perubahan positif terhadap sikap dalam menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa.


Tidak ada komentar:
Write $type={blogger}

Terimakasih atas partisipasinya

regards

mata reality

TRENDING TOPIK

Pentingnya Organisasi Kepemudaan dalam Membangun Bangsa

Organisasi kepemudaan memiliki peran yang sangat penting dalam membantu pelembagaan kepemudaan dan memperkuat identitas nasional di Indonesi...