Salam sejahtera
buat kita semua, saya Niko Ryoza Oscar Ketua Umum HmI Cabang Bengkulu mewakili
segenap rekan-rekan dari HmI
Cabang Bengkulu, dengan ini
mengajak saudara-saudara, adik sanak dan mengajak bapak ibu sekalian untuk
turut mendukung agar majelis hakim yang menyidangkan kasus Bapak Poniran dan
ibu Manisem di Pengadilan Negeri Arga Makmur Provinsi Bengkulu agar dapat
memutus perkara tersebut dengan seadil-adilnya. Bahwasannya dengan perkara
tersebut kami melihat ada banyak kejanggalan, salah satunya adalah mengenai
objek perkara yang diperkarakan terhadap Bapak Poniran dan Ibu Manisem itu
sebanyak 820 Kg Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit, jika dikonversikan harga
Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit saat ini berkisar Rp. 1.200 (seribu dua
ratus rupiah), maka nilai jual tandan buah segar tersebut hanya berkisar satu
juta rupiah. Kejanggalannya pertama
adalah berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, Pasal 2
ayat (2) untuk perkara pencurian dengan objek perkara dibawah Rp. 2.500.000
(dua juta lima ratus ribu rupiah) itu harus dilakukan dengan acara cepat dan
hakim tunggal, namun pada kenyataannya pada kasus Bapak poniran dan Ibu Manisem
diselenggarakan dengan acara biasa dan 3 orang majelis hakim. Ini adalah sebuah
kesalahan.
Bapak Poniran dan
Ibu Manisem telah diduga mengambil tandan buah segar secara berulang-ulang.
Pertanyaan yang muncul, apakah mereka benar sedang mencuri ??? buah sawit
tersebut merupakan tanaman yang mereka tanam sendiri. Kemudian PT.DDP (Daria
Dharma Pratama) itu hanyalah melakukan perjanjian sepihak dengan PT. BBS (Bina
Bumi Sejahtera) walaupun itu dilakukan didepan hadapan notaris, tetapi
berdasarkan Pasal 16 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, bahwa setiap
peralihan Hak Guna Usaha harus didaftarkan kepada Badan Pertanahan Nasional
(BPN). Kenyataannya Berdasarkan keterangan ahli yang dihadirkan dalam
persidangan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), BPN tidak pernah mendapatkan
laporan bahwa peralihan Hak Guna Usaha ini telah didaftarkan di BPN baik dari
PT. BBS ataupun dari PT. DDP.
Kejanggalan yang kedua, bahwa
hak PT. DDP untuk melaporkan bapak Poniran dan Ibu Manisem, padahal semenjak
Tahun 1997 mereka telah bercocok tanam dan menggarap lahan. Tahun 2008 Bapak
Poniran dan Ibu Manisem itu sudah menanam kelapa sawit di lahan itu, sedangkan
PT. DDP baru di tahun 2011 mulai akan menggarap lahan itu melalui perjanjian
pinjam pakai yang diperkuat dengan perjanjian jual beli dihadapan notaris.
Kejanggalannya adalah walaupun mereka melakukan peralihan HGU dihadapan
Notaris, tetapi berdasarkan PP No. 40 Tahun 1996 harus didaftarkan di Badan
Pertanahan Nasional (BPN).
Ini adalah kejanggalan-kejanggalan yang terlihat dalam kasus ini, maka
dari itu, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu, dengan tegas menyatakan sikap bahwa majelis
hakim yang menyidangkan Bapak Poniran dan Ibu Manisem harus memutus perkara ini
dengan seadil-adilnya sesuai dengan rasa kemanusiaan yang berlaku
ditengah-tengah masyarakat, majelis hakim harus mempertimbangkan rasa
kemanusiaan mereka selaku warga negara. Dengan demikian HMI Cabang Bengkulu
atas apa yang diutarakan ini secara tulus kami sampaikan dapat dijabah oleh
Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa dan kami dengan ini secara tegas akan melakukan aksi untuk mengawal dan
membantu Bapak Poniran dan Ibu Manisem mendapatkan putusan yang seadil-adilnya
sesuai rasa kemanusiaan yang ada
Tidak ada komentar:
Write $type={blogger}Terimakasih atas partisipasinya
regards
mata reality