06 Mei 2016

Alarm Darurat Kekerasan Seksual

“Berjuang atas dasar Kemanusiaan. Bersatu untuk mengingatkan semua naluri”

Apa yang lebih pedih dari mendengar seorang remaja perempuan menjadi korban pemerkosaan hingga meninggal? Seorang remaja yang mungkin saja bisa memperoleh pendidikan tinggi dan bisa berbuat sesuatu untuk daerahnya kelak. Seorang remaja yang masih sungguh jauh jalannya untuk mencapai mimpi dan cita-cita. Dan tidakkah kau merasa semakin pedih, bahwa pelakunya adalah 14 pemuda yang berumur antara 16 – 23 tahun setelah melakukan pesta minuman keras (jenis tuak). Dan inilah yang terjadi pada Yy, perempuan 14 tahun , desa Kasie Kasubun, Rejang Lebong Bengkulu pada awal April lalu. Rasanya nyawa sudah dikerongkongkan dan mulut tidak bisa membantah untuk mengutuk perbuatan keji ini. Tidak ada yang bisa menolak kematian, tetapi mendiamkan kejahatan sama dengan mengizinkan diri untuk tumbuh menjadi manusia yang kerdil.

Ia hanyalah salah satu korban. Ada  perempuan dan anak lainnya yang terdata mengalami kasus kekerasan seksual. Cahaya Perempuan Women Crisis Center mengatakan sepanjang tahun 2016, ada 36 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah Rejang Lebong, Bengkulu. Sebelumnya, pada tahun 2015, peristiwa kekerasan mencapai 84 kasus (sumber:VOA (3/5)). Belum lagi berbagai kasus kekerasan seksual yang tidak terungkap layaknya gunung es; karena ketakutan, kerap akan dicap sebagai perempuan hina, keluarga yang menganggapnya aib hingga perlu ditutupi tanpa menjernihkan hati, dan juga tanpa mempertanyakan apakah ini adalah kejahatan yang perlu dituntaskan dengan perlawanan atau tidak. Banyak dari kita yang terkurung pada ketidakfahaman.

Sungguh, naluri kita sedang dipertanyakan. Bukan hanya tentang perempuan. Tetapi soal kemanusiaan, pendidikan, kemiskinan, hukum, dan system sosial kita yang cenderung masih saja menutup mata hingga hari ini. Bertahun-tahun isu kekerasan seksual diangkat bersamaan dengan kejadian dan korban yang terus meningkat. Untuk itu kita semua masih perlu waspada, pada anak-anak dan perempuan yang sewaktu-waktu menjadi korban kejahatan kemanusiaan jika saja masih terjadi pendiaman.

Kita tak mampu membayangkan, seberapa dalam pilu jika kita adalah keluarga Yy. Sampai ibunya mengatakan “Tidak akan saya tinggalkan sedetikpun kuburan anakku”, belum lagi duka yang menyelimuti sang ayah, yang selalu segera lari kekuburan Yy saat dia mengingat si korban. Ditambah 14 pelaku adalah warga tetangga dusun yang sangat mengancam kenyamanan keluarga korban. Berapa banyak keluarga yang harus meniggalkan rumah karena kasus kekerasan seksual? Lalu tak tau rimba harus menetap dimana dan meratapi kepedihan sepanjang perjalanan hidup.

Inilah Indonesia saat ini. Negeri dimana anak kecil yang tak berdosa harus getir ketakutan diantara kekhawatiran orangtua melepas anak untuk senantiasa menimba ilmu dan bermain. Hampir setiap hari-pun media massa memberitakan persoalan kekerasan seksual. Entah itu terjadi di angkot, di sekolah, di rumah, bahkan ditempat-tempat ibadah. Lebih memilukan lagi, terkadang pelakunya adalah orang-orang yang seharusnya dipercaya, paman, teman sebaya, guru, bahkan ada juga ayah sendiri.

Sesungguhnya, ini adalah alarm bagi kita semua, bahwa sejak dulu, hingga saat ini Indonesia masuk dalam darurat kekerasan seksual. Indonesia butuh kerja-kerja nyata untuk melihat cahaya yang lebih terang bagi kehidupan anak-anak kita kelak. Bisa terbayangkan kejahatan yang dilakukan dengan pelanggaran 12 Jenis Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Namun harus merelakan luka digantikan dengan hukuman pelaku yang masih sangat rendah dan tidak memberikan efek jera, tanpa ada upaya pemulihan pskikologis keluarga korban. Bahkan untuk kasus – kasus sebelumnya korban memang cenderung diabaikan, karena ketika pelaku sudah tertangkap dan dihukum, urusan dianggap selesai. Padahal, menurut Yuni Chuzaifah, Wakil Ketua Komnas Perempuan (kepada VOA, Senin(2/5) sumber VOA (3/5)), Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual harus memuat diantaranya pencegahan penanganan, pemulihan korban termasuk penghukumannya atau penjeraannya.

Ini semua bukan semata-mata soal penjara, soal pelaku yang tertangkap. Ini adalah soal ribuan anak-anak yang lain yang masih ingin berlari bebas diluaran. Soal orangtua yang tidak harus selalu was-was saat meninggalkan anak pergi. Oleh karena itu, kita butuh payung hukum yang lebih komprehensif. Kita butuh PAYUNG HUKUM. titik. Karena kedaruratan salah satunya harus dituntaskan dengan kebijakan. Akhirnya, tidak ada alasan lagi untuk menunda tugas kemanusiaan. Kami atas nama perempuan, atas nama manusia, mendorong pemerintah untuk segera mengesahkan Undang-Undang penghapusan Kekerasan Seksual mengingat perundang-undangan saat ini yang masih sangat lemah melindungi perempuan dan anak serta korban kekerasan seksual lainnya.

#SaveOurChildren
#SaveOurSisters
#SaveOurHumanity

_KOHATI Cabang Bengkulu_
(Red:Kr Edtr:nm)





Tidak ada komentar:
Write $type={blogger}

TRENDING TOPIK

Pentingnya Organisasi Kepemudaan dalam Membangun Bangsa

Organisasi kepemudaan memiliki peran yang sangat penting dalam membantu pelembagaan kepemudaan dan memperkuat identitas nasional di Indonesi...