06 Desember 2016

Masihkah HMI?




 
Oleh : Benny Putra 
Mata Reality || Himpunan Mahasiswa Islam atau lebih familiar dikenal HMI yang di dalamnya terhimpun mahasiswa-mahasiswa muslim ( yang bukan hanya beragama dan mendalami Islam tetapi menjalankan dan mensyiarkan Islam ), yang didalamnya terhimpun mahasiswa yang mempunyai

11 November 2016

Aksi Peringatan Hari Pahlawan Kelompok CIPAYUNG PLUS.




MATA REALITY || Bengkulu 10 November 2016, bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda kelompok CIPAYUNG yang terdiri dari OKP ( HMI, PMII, PMKRI, GMKI, dan GMNI ) dan BEM se-Kota Bengkulu ( BEM UMB, dan BEM IAIN ) menggelar aksi damai di depan kantor DPRD dan kantor Gubernur yang dilanjutkan dengan upara peringatan di Taman Makam Pahalwan. Dalam orasinya kelompok CIPAYUNG PLUS menuntut pemerintah untuk menindak tegas permasalahan Hak Asasi Manusia ( HAM ), konflik agraria, permasalahan lingkungan, dan pnegakan kode etik dikalangan aparatur Negara. Aksi digelar mulai pukul 10.00 WIB dan berakhir dengan damai pada pukul 13.00 WIB yang kemudian dilanjutkan dengan upacara peringatan Hai Pahlawan di Taman Makam Pahlawan pada pukul 14.30 WIB dan berakhir pada pukul 15.00 WIB. ( Red. )









24 Oktober 2016

PERNYATAAN SIKAP HMI CABANG BENGKULU TERHADAP KASUS WARGA DENGAN PT. DDP DI KABUPATEN MUKOMUKO




Salam sejahtera buat kita semua, saya Niko Ryoza Oscar Ketua Umum HmI Cabang Bengkulu mewakili segenap rekan-rekan dari HmI Cabang Bengkulu, dengan ini mengajak saudara-saudara, adik sanak dan mengajak bapak ibu sekalian untuk turut mendukung agar majelis hakim yang menyidangkan kasus Bapak Poniran dan ibu Manisem di Pengadilan Negeri Arga Makmur Provinsi Bengkulu agar dapat memutus perkara tersebut dengan seadil-adilnya. Bahwasannya dengan perkara tersebut kami melihat ada banyak kejanggalan, salah satunya adalah mengenai objek perkara yang diperkarakan terhadap Bapak Poniran dan Ibu Manisem itu sebanyak 820 Kg Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit, jika dikonversikan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit saat ini berkisar Rp. 1.200 (seribu dua ratus rupiah), maka nilai jual tandan buah segar tersebut hanya berkisar satu juta rupiah. Kejanggalannya pertama adalah berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, Pasal 2 ayat (2) untuk perkara pencurian dengan objek perkara dibawah Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) itu harus dilakukan dengan acara cepat dan hakim tunggal, namun pada kenyataannya pada kasus Bapak poniran dan Ibu Manisem diselenggarakan dengan acara biasa dan 3 orang majelis hakim. Ini adalah sebuah kesalahan.
Bapak Poniran dan Ibu Manisem telah diduga mengambil tandan buah segar secara berulang-ulang. Pertanyaan yang muncul, apakah mereka benar sedang mencuri ??? buah sawit tersebut merupakan tanaman yang mereka tanam sendiri. Kemudian PT.DDP (Daria Dharma Pratama) itu hanyalah melakukan perjanjian sepihak dengan PT. BBS (Bina Bumi Sejahtera) walaupun itu dilakukan didepan hadapan notaris, tetapi berdasarkan Pasal 16 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, bahwa setiap peralihan Hak Guna Usaha harus didaftarkan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kenyataannya Berdasarkan keterangan ahli yang dihadirkan dalam persidangan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), BPN tidak pernah mendapatkan laporan bahwa peralihan Hak Guna Usaha ini telah didaftarkan di BPN baik dari PT. BBS ataupun dari PT. DDP.


Kejanggalan yang kedua, bahwa hak PT. DDP untuk melaporkan bapak Poniran dan Ibu Manisem, padahal semenjak Tahun 1997 mereka telah bercocok tanam dan menggarap lahan. Tahun 2008 Bapak Poniran dan Ibu Manisem itu sudah menanam kelapa sawit di lahan itu, sedangkan PT. DDP baru di tahun 2011 mulai akan menggarap lahan itu melalui perjanjian pinjam pakai yang diperkuat dengan perjanjian jual beli dihadapan notaris. Kejanggalannya adalah walaupun mereka melakukan peralihan HGU dihadapan Notaris, tetapi berdasarkan PP No. 40 Tahun 1996 harus didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Ini adalah kejanggalan-kejanggalan yang terlihat dalam kasus ini, maka dari itu, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkuludengan tegas menyatakan sikap bahwa majelis hakim yang menyidangkan Bapak Poniran dan Ibu Manisem harus memutus perkara ini dengan seadil-adilnya sesuai dengan rasa kemanusiaan yang berlaku ditengah-tengah masyarakat, majelis hakim harus mempertimbangkan rasa kemanusiaan mereka selaku warga negara. Dengan demikian HMI Cabang Bengkulu atas apa yang diutarakan ini secara tulus kami sampaikan dapat dijabah oleh Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa dan kami dengan ini secara tegas akan melakukan aksi untuk mengawal dan membantu Bapak Poniran dan Ibu Manisem mendapatkan putusan yang seadil-adilnya sesuai rasa kemanusiaan yang ada


10 Oktober 2016

Merenungkan Pelaksanaan Training-Training HMI; Upaya mengembalikan Kerangka Dasar Arah Perkaderan




Belum lama ini HMI begitu disibukkan dengan pernyataan Saut Situmorang yang dirasa merusak Citra HMI sebagai Lembaga. Sehingga kita melihat disana-sini HMI melakukan aksi turun kejalan dan juga melalui media massa untuk memberikan tekanan terhadap Saut yang telah menyinggung perasaan Kader-Kader HMI diseluruh Indonesia. HMI menuntut agar Saut meminta maaf atas tuduhannya terhadap Perkaderan HMI yang disampaikannya melalui salah satu televisi Swasta. Terlepas dari sikap HMI untuk melakukan perlawanan atas pernyataan Saut ini, Saya yang merupakan salah satu dari sekian banyak Kader HMI, selain sepakat terhadap sikap HMI, Saya menginginkan agar HMI juga melakukan introspeksi terhadap Perkaderan-nya kalau-kalau memang perlu ada yang kita benahi dalam sistem perkaderan organisasi tercinta ini.
Sering kita mendengar jika Perkaderan HMI dengan seluruh pernak-perniknya  sulit untuk di generalisasikan dalam suatu pengertian yang sederhana tetapi secara sepintas mencakup keseluruhan. Sehingga sering muncul asumsi bahwa sebagian dari kalangan HMI yang lebih konsen dalam soal perkaderan terkhusus dalam training-training formal HMI, masih belum clear pemahamannya mengenai Perkaderan itu sendiri. Hal ini sangat wajar dirasakan, sebabnya rentang waktu ber-HMI sungguh singkat, satu periode kepengurusan untuk masing-masing jenjangnya hanya satu tahun, hanya Periode kepengurusan setingkat PB HMI yang masa kepengurusannya 2 tahun, dan dalam waktu yang singkat itu, kader HMI harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengetahui lebih banyak mengenai HMI dan bagaimana memahami sistem Perkaderannya secara keseluruhan, disamping mereka harus melaksanakan amanah kepengurusan yang telah dituangkan dalam program kerja yang terkadang menyita waktu, sehingga fokus untuk memahami Perkaderan HMI secara utuh tidak sepenuhnya sinergi dengan amanah program kerja, belum lagi berbicara status mereka sebagai Mahasiswa, tentu selain itu mereka juga diwajibkan untuk memenuhi amanah perkuliahannya masing-masing. Untuk itu perlu kiranya memberikan pemahaman yang singkat namun setidaknya dapat memberikan pemahaman secara garis besar atau setidaknya dapat mengantarkan kepada pemahaman mengenai perkaderan HMI secara lebih komprehensif, sehingga harapannya dapat dijadikan acuan dalam memahami arah perkaderan HMI. Sebabnya, Pedoman Perkaderan HMI yang berdasarkan Konstitusi (hasil-hasil Kongres) yang apabila diberikan kepada Kader HMI secara mentah-mentah untuk dipahami secara garis besar, niscaya mereka akan bingung sendiri untuk bagaimana memahaminya.
Membahas mengenai arah Perkaderan HMI[2] akan selalu dihadapkan dengan tujuan HMI yaitu terbinanya 5 kualitas insan Cita, (insan Akademis, Pencipta, Pengabdi, yang bernafaskan Islam dan Bertangung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang dirhidoi Allah Subhanahu wata’ala), namun kali ini saya akan memfokuskan diri untuk mencoba mengurainya pada pengertian kualitas terakhir, sebab seingat saya pada tingkat Komisariat dan Pengurus Cabang seringkali diskusi-diskusi mengenai 5 kualitas Insan cita, yang lebih banyak pembicaraannya pada 4 kualitas diawal, setidaknya dengan khazanah yang lain dapat mendekatkan Kader HMI kepada wawasan yang lebih utuh. Dalam moment tulisan ini saya akan berusaha menjelaskannya dalam Perspektif tujuan pada point; ,,,bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang dirhidoi Allah Subhanahu wata’ala, yang akan dikorelasikan dengan tujuan pada tiap jenjang training Formal HMI yaitu; Basic training, Intermediate Training, dan Advance Training. Dengan begitu harapannya kita dapat memiliki kerangka pikir untuk mewujudkan tujuan pada poin tersebut.
Pada jenjang Latihan Kader 1 (Basic Training) yang menjadi tujuan pada jenjang Latihan ini yaitu; Terbinanya Kepribadian Muslim[3],,,, terkadang (untuk kasus HMI Cabang Bengkulu) sering disederhanakan menjadi “adanya perubahan sikap” sehingga pada tahapan LK 1, semestinya lebih menekankan untuk bagaimana pada jenjang ini peserta Latihan diarahkan agar dapat mempunyai kepribadian Muslim[4], memang ada sedikit dilema, sebab, sering kali instruktur atau pengelola training lebih mengarahkan peserta untuk memiliki sifat kritis atau lebih cenderung mengarah kepada intelektualitas hal ini bisa dilihat jika tema-tema yang diangkat untuk LK 1 terkadang lebih cenderung mengangkat tema intelektualitas, yang mestinya mengangkat tema Muslim. Hal ini tentu baik dan bukanlah masalah yang berarti. Namun akan menjadi persoalan apabila terlalu menitik beratkan pada aspek intelektual, sebab, penekanan untuk menjadikan peserta agar dapat memiliki kepribadian muslim dikhawatirkan secara tidak sengaja telah kehilangan titik tekannya, atau setidaknya mengalahkan titik tekan agar Peserta memiliki kepribadian Muslim. Memang selain itu, untuk membentuk kepribadian muslim juga dipengaruhi oleh bagaimana budaya dikomisariat maupun ditingkat cabang dalam membina Kader. Kalau melihat dengan kacamata subyektif saya, pasca training LK1 bahwa ada indikasi penitik tekanan terhadap aspek intelektualitas yang kemungkinan mengalahkan titik tekan untuk membentuk kepribadian Muslim. Hal ini bisa kita lihat misalnya, pada saat setelah mengikuti Latihan Kader 1, sering kali ditemui jika anggota-anggota HMI berdiskusi hingga lupa sholat atau mungkin soal sholat tidak begitu menjadi perhatian.
Oleh karena itu, internalisasi nilai-nilai pada jenjang LK1 lebih menekankan pada Aspek terbinanya Kepribadian Muslim tanpa mengenyampingkan Aspek lainnya, sebab jika lebih mengedepankan Aspek intelektualitas pada jenjang LK 1, dilemanya adalah jika Kader HMI yang kebetulan hanya sempat mengikuti jenjang LK 1 dan Aspek Kepribadian Muslimnya belum “duduk” tentu yang akan menjadi kekhawatiran adalah pada saat menjadi Alumni, mereka memiliki kualitas wawasan intelektual namun sebagai kepribadian muslim masih setengah-setengah, sehingga tidak menutup kemungkinan setelah memasuki dunia kerja  oleh sebagian alumni HMI dapat saja cenderung membabi buta, misalnya melakukan  Korupsi merupakan hal yang wajar saja terjadi, sebab kualitas berkpribadian Muslimnya belum mumpuni. Hal ini mudah saja diterangkan, sebab segala bentuk peribadatan seperti Sholat, Puasa, dan lainnya, itu supaya kita merasakan kehadiran Tuhan dalam diri, sehingga kita merasa “diamat-amati” oleh Tuhan atau istilahnya transendensi diri, dalam Al-Quran dijelaskan bahwa “Sholat itu mencegah perbuatan Keji dan Mungkar” (Qs:Al-Ankabut:45) memang pada kenyataannya orang yang tidak sholat lebih mudah tergoda untuk melakukan perbuatan jahat ketimbang orang yang sholat, untuk itu dalam Kepribadian Muslim, Sholat merupakan indicator pertama[5].
Untuk hasil training yang maksimal tidak hanya ditentukan berdasarkan sistem pentrainingan yang ada, namun perlu menjadi catatan bahwa input Peserta untuk mengikuti training perlu pula di seleksi, nah pada bagian ini ada juga dilemanya bahwa selama ini (untuk Kasus HMI Cabang Bengkulu) input Peserta yang direkrut untuk mengikuti LK1 sering tidak diseleksi, sebabnya, pada saat menjelang LK1 peserta yang akan mengikuti training relatif sedikit, hingga sering kita mendengar jika rekan-rekan pengurus HMI mengatakan; “kalau mau disaring lagi Pesertanya, LK1-nya nanti bisa batal sebab tidak mungkin dilaksanakan tanpa peserta”. Disamping itu, Rekruitmen Peserta LK1 adalah siswa yang rata-rata belum lama menjadi Mahasiswa, mereka pada dasarnya adalah siswa SMA yang belum lama lulus, hal ini akan terkait juga bagaimana pendidikan dari mulai SD-SMA yang mereka dapati, sehingga jika sistem Pendidikan itu baik, tentu akan melahirkan alumni siswa-siswa yang baik pula secara komunal, namun kita dapati saat ini sistem pendidikan dari Mulai SD hingga SMA mendapati kritik disana-sini. Selanjutnya, setelah mulai menjadi Mahasiswa, mereka juga akan bersentuhan dengan sistem kampus dan sekaligus akan bersentuhan dengan budaya Mahasiswa pada masing-masing kampus tempat mereka berkuliah yang begitu banyak didapati persoalan, inilah yang menjadi profil calon-calon peserta LK1 dan sekaligus merupakan  kondisi-kondisi yang menyertai HMI dan tentu sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kualitas anggota-anggota HMI pasca training terkhusus untuk jenjang LK1.
         Selanjutnya, pada jenjang intermediate atau LK 2 Aspek Penekanannya adalah membangun intelektualitas Kader, hal ini telah tercantum pada tujuan trainingnya; terbinanya Kader HMI yang mempunyai kemampuan Intelektual,,, nah, untuk jenjang ini, peroses penyaringannya lebih mudah untuk dilaksanakan sebab, berdasarkan pengalaman pada beberapa tahun terakhir melaksanakan LK 2 selalu dibanjiri oleh Peserta, tinggal lagi bagaimana konsistensi pengelola training agar dapat menjaring Peserta yang telah memiliki Kepribadian Muslim untuk dapat di up-grade wawasan intelektualnya melalui sistem training pada jenjang LK 2, untuk kebutuhan itu pada tahap screaning  dan Pra-screaning disusun persyaratan agar dapat menjaring Peserta yang telah memiliki kepribadian muslim atau setidaknya yang mengarah pada hal itu, untuk dapat di ikutkan pada pelatihan tersebut, dan memang selain itu persyaratan-persyaratan yang lain juga dibutuhkan. Sehingga setelah mengikuti proses Training dengan upaya yang betul-betul maksimal harapannya para Peserta yang pada awalnya sedikit banyak telah memiliki Kualitas Kepribadian Muslim juga dapat memiliki wawasan intelektual, selain itu tentu pasca training peserta juga diarahkan untuk melanjutkan jenjang kepemimpinan di HMI atau mengemban amanah kepengurusan yang ditujukan untuk mengemban Misi HMI.
         Pada jenjang LK 2, sering kita dapati bahwa screaning yang dilakukan oleh beberapa Cabang untuk dapat mengikuti pelatihan tersebut memberikan persyaratan kepada peserta yang bisa membaca Al-Quran hingga dijadikan salah satu item screaning. Hal ini bermaksud untuk menekankan bahwa calon peserta yang mengikuti LK 2 adalah yang memiliki kepribadian Muslim, memang pada dasarnya yang lebih tepat adalah calon peserta yang secara konsisten telah menjalankan syariat misalnya telah melaksanakan sholat 5 waktu dalam kehidupannya sehari-hari. Namun persoalannya, hal itu sulit di kenali sebab jika ditanya apakah telah melaksanakan sholat 5 waktu, calon peserta bisa saja berbohong, sebab calon Peserta biasanya lebih banyak berasal dari Cabang Luar oleh karena itu bisa membaca Al-Quran atau tidak, lebih mudah dikenali meski memiliki kelemahannya.
         Untuk jenjang Advance atau LK 3 saya tidak mau berbicara banyak, sebab saya sendiri belum pernah mengikuti LK 3, dan memang sekali lagi (untuk Kasus HMI cabang Bengkulu) kader HMI yang telah mengikuti jenjang LK 3 boleh dikatakan sedikit sekali, satu periode Kepengurusan setingkat cabang belum tentu ada yang mengikuti LK 3, dan dalam hal ini harus diakui bahwa sikap saya tentu salah dan tidak layak dijadikan contoh, mudah-mudahan kedepan ini bisa diperbaiki, setidaknya setiap periode kepengurusan Cabang ada yang mengikuti LK 3 meski hanya 1 orang.
         Pada jenjang LK3 atau advance Training ini berdasar yang saya pahami bahwa yang menjadi core-nya yaitu, pengembangan kemampuan professional,[6] dalam peroses penyaringan Peserta semestinya disusun persyaratan-persyaratan agar dapat menjaring calon-calon peserta yang memiliki kepribadian Muslim sekaligus memiliki kemampuan intelektualitas atau secara sederhana bahwa calon peserta yang dapat mengikuti LK3 adalah yang berprofil  muslim-intelektual sehingga pada proses training tersebut arah pembinaannya adalah untuk mengembangkan kemampuan professional, yaitu bagaimana pemikiran atau gagasan yang konsepsional dapat diaplikasikan dalam perbuatan nyata secara professional, sebab pada kenyataannya bahwa konsep-konsep pembaharuan, perbaikan, pemberdayaan ataupun konsep lainnya agar dapat diaplikasikan dengan baik perlu dipimpin orang-orang yang mampu mewujudkannya secara professional, oleh karena sering kita temui bahwa konsep-konsep pembaharuan ataupun perbaikan tersebut hanya menjadi wacana, atau misalnya dilaksanakan akan tetapi mudah berantakan atau tidak sesuai dengan perencanaannya sehingga tidak mampu mencapai target dan tujuan.
         Dalam setiap training HMI mulai Jenjang LK1 hingga LK3 penilaian peserta ditinjau dalam 3 aspek, yaitu Afektif, Kognitif, dan Psikomotorik. Pada jenjang LK1 karena lebih menitik beratkan agar peserta berkepribadian muslim sehingga pada jenjang ini untuk bobot penilaian Aspek Afektif menentukan kelulusan peserta 50% sekaligus menjadi bobot tertinggi pada jenjang ini, Aspek penilaian selanjutnya kognitif 30% dan Psikomotor 20%. Selanjutnya, Pada jenjang LK2, berkaitan dengan tujuan training, yaitu, agar peserta memiliki kemampuan intelektual, itulah sebabnya aspek kognitif menjadi penilaian dengan bobot tertinggi yaitu 40% dan bobot aspek lainnya masing-masing 30%. Namun, pada jenjang LK3, memang akan terlihat lebih konsisten jika bobot aspek Psikomotorik lebih tinggi daripada aspek lainnya, akan tetapi bobot aspek penilaian Psikomotorik dan aspek kognitif sama, yaitu masing-masing 40% dan aspek apektif 20%, hal ini diasumsikan bahwa penilaian aspek psikomotorik dan kognitif sama-sama menentukan dalam pengembangan kemampuan professional.[7]






Sebagai Organisasi Perkaderan, Arah Perkaderan yang dilaksanakan HMI yaitu dengan menelurkan Kader dengan Kualitas “Muslim, Intelektual, Professional yang sekaligus sebagai wujud profil Kader HMI dimasa mendatang. Jika dikaitkan dengan bagaimana mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang dirhidoi Allah tentu dengan menelurkan Kader-Kader dengan kualitas tersebut. Hal ini cukup sederhana diterangkan, pada dasarnya kita menyadari bahwa dalam masyarakat, bangsa, dan Negara yang dalam kehidupan ekonomi, sosial, kultural, dan lainnya, menghendaki adanya tugas-tugas ataupun kerja-kerja yang berbeda. Oleh karena itu, untuk bagaimana memakmurkannya yaitu perlu adanya sumberdaya-sumberdaya manusia yang berkualitas untuk mengelolanya di setiap lini-lini yang ada.
         Memang sudah semestinya bahwa kerja-kerja yang berbeda yang ada disetiap lini dalam masyarakat perlu menempatkan orang-orang yang ahli dalam pilihan kerjanya masing-masing atau biasa disebut sebagai professional. Sebabnya, kesejahteraan dalam suatu masyarakat hanya dapat diwujudkan apabila masing-masing kerja di setiap lini yang ada diisi oleh orang yang ahlinya, atau setidaknya diisi oleh orang-orang yang memiliki potensi untuk dapat menjadi ahlinya dengan terus mengembangkan kemampuan. Memang selama ini sering kali kita mendengar issue, bahwa untuk dibengkulu saja misalnya, pelaksanaan-pelaksanaan rekruitment baik pejabat pemerintah, komisioner, PNS, Polisi, dan recruitment lainnya, mudah terjebak dibeberapa persoalan, misalnya; kedekatan secara politik, Nepotisme, bahkan kabarnya sering terjadi “Jual Posisi” dan selain itu kabarnya pula sering terjadi suap disana sini untuk memudahkannya agar dapat meraih suatu posisi atau jabatan. Padahal dalam Islam kita sudah diwanti-wanti oleh Rasulullah dalam sebuah hadistnya; “Jika suatu  jabatan diberikan atau dipegang oleh orang-orang yang bukan ahlinya, maka tungggulah kehancurannya. (al-hadist)”. Tentu hal ini akan berdampak langsung bagi masyarakat apabila orang-orang yang menempati kerja sebagai pimpinan masyarakat ataupun pemerintah adalah orang-orang yang bukan ahlinya, akibatnya masyarakat tidak dapat mengubah nasibnya karena dipimpin oleh orang-orang yang tidak mampu bekerja secara professional. Oleh sebab itu, setiap lini yang ada dalam masyarakat baik itu sektor pemerintah maupun sektor lainnya hendaknya di isi oleh orang-orang yang dipilih berdasarkan kualitas-kualitas yang dimilikinya dan selanjutnya dapat menjadi professional dalam bidang kerjanya masing-masing.
Billahitaufiq walhidayah



[1] Penulis pernah menjadi pengurus HMI Cabang Bengkulu pada periode 2011-2012 dan periode 2012-2013, dan mengemban amanah kepengurusan sebagai Ketua Bidang Pembinaan Anggota.
[2] Arah dalam pengertian umum adalah petunjuk yang membimbing jalan dalam bentuk bergerak menuju suatu tujuan. Maka yang dimaksud dengan Arah Perkaderan HMI adalah suatu Pedoman yang dijadikan petunjuk untuk penuntun yang menggambarkan arah yang harus dituju dalam keseluruhan peroses perkaderan HMI. (lihat hasil-hasil Kongres HMI ke XXVIII hal. 368)
[3] Untuk redaksi lengkapnya pada tujuan Basic Training atau LK1 adalah “terbinanya Kepribadian Muslim yang berkualitas akademis, sadar akan fungsi dan peranannya dalam berorganisasi serta hak dan kewajibannya sebagai kader umat dan kader bangsa”. (lihat hasil-hasil Kongres HMI ke XXVIII hal. 371)
[4] Muslim adalah kata pelaku dari Islam dan Islam sendiri diartikan sebagai sikap berpasrah diri atau tunduk patuh kepada Allah, dalam konteks latihan Kader 1, yaitu mengarahkan peserta untuk berkpribadian muslim yang aspek keberhasilannya dilihat berdasarkan adanya “perubahan sikap” yang lebih ditekankan pembentukan integritas watak dan kepribadian, dengan indicator penilaian teknisnya adanya kesadaran Anggota untuk menjalankan syariat misalnya Sholat, Puasa, dan amalan-amalan lainnya.
[5] Item pertama dari target Training LK1 adalah; memiliki kesadaran menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. (lihat hasil-hasil Kongres HMI ke XXVIII hal. 371)
[6] Untuk redaksi lengkapnya tujuan Training Formal advance training atau LK 3 adalah “terbinanya Kader pemimpin yang mampu menterjemahkan dan mentransformasikan pemikiran konsepsional secara professional dalam gerak perubahan social” (lihat hasil-hasil Kongres HMI ke XXVIII hal. 371)
[7] Lihat hasil-hasil Kongres HMI ke XXVIII hal. 400
.

06 Mei 2016

Alarm Darurat Kekerasan Seksual

“Berjuang atas dasar Kemanusiaan. Bersatu untuk mengingatkan semua naluri”

Apa yang lebih pedih dari mendengar seorang remaja perempuan menjadi korban pemerkosaan hingga meninggal? Seorang remaja yang mungkin saja bisa memperoleh pendidikan tinggi dan bisa berbuat sesuatu untuk daerahnya kelak. Seorang remaja yang masih sungguh jauh jalannya untuk mencapai mimpi dan cita-cita. Dan tidakkah kau merasa semakin pedih, bahwa pelakunya adalah 14 pemuda yang berumur antara 16 – 23 tahun setelah melakukan pesta minuman keras (jenis tuak). Dan inilah yang terjadi pada Yy, perempuan 14 tahun , desa Kasie Kasubun, Rejang Lebong Bengkulu pada awal April lalu. Rasanya nyawa sudah dikerongkongkan dan mulut tidak bisa membantah untuk mengutuk perbuatan keji ini. Tidak ada yang bisa menolak kematian, tetapi mendiamkan kejahatan sama dengan mengizinkan diri untuk tumbuh menjadi manusia yang kerdil.

Ia hanyalah salah satu korban. Ada  perempuan dan anak lainnya yang terdata mengalami kasus kekerasan seksual. Cahaya Perempuan Women Crisis Center mengatakan sepanjang tahun 2016, ada 36 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah Rejang Lebong, Bengkulu. Sebelumnya, pada tahun 2015, peristiwa kekerasan mencapai 84 kasus (sumber:VOA (3/5)). Belum lagi berbagai kasus kekerasan seksual yang tidak terungkap layaknya gunung es; karena ketakutan, kerap akan dicap sebagai perempuan hina, keluarga yang menganggapnya aib hingga perlu ditutupi tanpa menjernihkan hati, dan juga tanpa mempertanyakan apakah ini adalah kejahatan yang perlu dituntaskan dengan perlawanan atau tidak. Banyak dari kita yang terkurung pada ketidakfahaman.

Sungguh, naluri kita sedang dipertanyakan. Bukan hanya tentang perempuan. Tetapi soal kemanusiaan, pendidikan, kemiskinan, hukum, dan system sosial kita yang cenderung masih saja menutup mata hingga hari ini. Bertahun-tahun isu kekerasan seksual diangkat bersamaan dengan kejadian dan korban yang terus meningkat. Untuk itu kita semua masih perlu waspada, pada anak-anak dan perempuan yang sewaktu-waktu menjadi korban kejahatan kemanusiaan jika saja masih terjadi pendiaman.

Kita tak mampu membayangkan, seberapa dalam pilu jika kita adalah keluarga Yy. Sampai ibunya mengatakan “Tidak akan saya tinggalkan sedetikpun kuburan anakku”, belum lagi duka yang menyelimuti sang ayah, yang selalu segera lari kekuburan Yy saat dia mengingat si korban. Ditambah 14 pelaku adalah warga tetangga dusun yang sangat mengancam kenyamanan keluarga korban. Berapa banyak keluarga yang harus meniggalkan rumah karena kasus kekerasan seksual? Lalu tak tau rimba harus menetap dimana dan meratapi kepedihan sepanjang perjalanan hidup.

Inilah Indonesia saat ini. Negeri dimana anak kecil yang tak berdosa harus getir ketakutan diantara kekhawatiran orangtua melepas anak untuk senantiasa menimba ilmu dan bermain. Hampir setiap hari-pun media massa memberitakan persoalan kekerasan seksual. Entah itu terjadi di angkot, di sekolah, di rumah, bahkan ditempat-tempat ibadah. Lebih memilukan lagi, terkadang pelakunya adalah orang-orang yang seharusnya dipercaya, paman, teman sebaya, guru, bahkan ada juga ayah sendiri.

Sesungguhnya, ini adalah alarm bagi kita semua, bahwa sejak dulu, hingga saat ini Indonesia masuk dalam darurat kekerasan seksual. Indonesia butuh kerja-kerja nyata untuk melihat cahaya yang lebih terang bagi kehidupan anak-anak kita kelak. Bisa terbayangkan kejahatan yang dilakukan dengan pelanggaran 12 Jenis Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Namun harus merelakan luka digantikan dengan hukuman pelaku yang masih sangat rendah dan tidak memberikan efek jera, tanpa ada upaya pemulihan pskikologis keluarga korban. Bahkan untuk kasus – kasus sebelumnya korban memang cenderung diabaikan, karena ketika pelaku sudah tertangkap dan dihukum, urusan dianggap selesai. Padahal, menurut Yuni Chuzaifah, Wakil Ketua Komnas Perempuan (kepada VOA, Senin(2/5) sumber VOA (3/5)), Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual harus memuat diantaranya pencegahan penanganan, pemulihan korban termasuk penghukumannya atau penjeraannya.

Ini semua bukan semata-mata soal penjara, soal pelaku yang tertangkap. Ini adalah soal ribuan anak-anak yang lain yang masih ingin berlari bebas diluaran. Soal orangtua yang tidak harus selalu was-was saat meninggalkan anak pergi. Oleh karena itu, kita butuh payung hukum yang lebih komprehensif. Kita butuh PAYUNG HUKUM. titik. Karena kedaruratan salah satunya harus dituntaskan dengan kebijakan. Akhirnya, tidak ada alasan lagi untuk menunda tugas kemanusiaan. Kami atas nama perempuan, atas nama manusia, mendorong pemerintah untuk segera mengesahkan Undang-Undang penghapusan Kekerasan Seksual mengingat perundang-undangan saat ini yang masih sangat lemah melindungi perempuan dan anak serta korban kekerasan seksual lainnya.

#SaveOurChildren
#SaveOurSisters
#SaveOurHumanity

_KOHATI Cabang Bengkulu_
(Red:Kr Edtr:nm)





21 April 2016

Darurat Kekerasan Seksual, KOHATI Bengkulu Menggelar Aksi Simpatik di Hari Kartini

KOHATI Bengkulu Menggelar Aksi Simpatik di Hari Kartini

“Semangat perjuangan seorang Kartini telah menembus ruang dan waktu. Walaupun sudah lebih satu abad beliau meninggal, namun semangat perjuangan dan karya-karyanya masih terasa hingga saat ini”

Dalam rangka memperingati semangat perjuangan Kartini, kader HMI-Wati Cabang Bengkulu  melakukan aksi simpatik di simpang lima Kota Bengkulu. Walaupun Kartini lebih dikenal dengan perjuangannya lewat tulisan, dengan semangat perjuangan yang sama kader HMI-Wati ini menyampaikan permasalahan sebagai bentuk simpati kepada saudara-saudara perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Aksi mereka telah merepresentasikan semangat perjuangan Kartini dalam membela hak-hak perempuan.



Selain membagikan brosur kepada masyarakat, para pejuang perempuan ini juga menyampaikan aspirasi mereka mengenai potret permasalahan perempuan Indonesia yang sudah masuk dalam zona darurat kekerasan seksual. “Bahwa peduli perempuan sama artinya memperbaiki generasi masa depan. Potret permasalahan perempuan hari ini sebagai sebuah refleksi bahwa kita perlu memiliki hukum yang jelas, yang tidak hanya menjadi pajangan semata. Karena saat ini, Bengkulu sudah masuk pada darurat kekerasan seksual.” Teriak salah satu orator, Widiana.

Selain itu, mereka juga menyuarakan mengenai kasus pemerkosaan yang terjadi di salah satu daerah di Provinsi Bengkulu. “Kasus remaja SMP di Dusun 5 Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT) Rejang Lebong, beberapa hari yang lalu diperkosa 14 orang hingga meninggal. Kemudian mayatnya dibuang ke jurang sudah cukup menjadi bukti  bahwa Perda Kota Bengkulu tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak tidak pernah serius untuk dijalankan. Lantas inikah yang ingin disebut kota layak anak, kota layak untuk perempuan?” Lanjut Trisnawati dengan mata berkaca-kaca.

Dalam aksi ini, fokus KOHATI Cabang Bengkulu adalah menyoroti terkait semakin maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Bengkulu. Selain itu, mereka juga menyampaikan kasus incest yang sudah semakin mengkhawatirkan. “pada peringatan ini, saya menyampaikan bahwa sesungguhnya penghormatan Negara dan penghormatan social pada perempuan masih sangat artisifal. Semuanya disimplifikasi atas nama suka sama suka, atau bahkan mengutuk perempuanlah yang sejatinya salah, sehingga semunya hanya menguap saja tanpa tindak lanjut yang jelas”, sahut Kurniana selaku Ketua Umum Kohati Cabang Bengkulu.
Selain kasus kekerasan pada perempuan, saat ini berdasarkan data dari WCC, Bengkulu berada pada urutan teratas kasus incest. Tak mau melewatkan moment, kasus eksploitasi anak yang semakin marak juga menjadi argument pada orasi kartini – kartini muda ini.

Di akhir aksi simpatik, mereka menyampaikan beberapa pernyataan sikap sebagai berikut :
1. Mendukung perjuangan kaum perempuan  disetiap wilayah Indonesia dan mendukung pemberlakuan Perda Kota Bengkulu tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak;
2. Mendesak dihentikannya praktek kekerasan dan pelecehan seksual, maupun pemberitaan yang berpotensi mendeskreditkan dan melestarikan kekerasan seksual terhadap perempuan;
3. Mendesak pemberlakuan pendampingan hukum terhadap korban Incest;
4. Mendesak aparat pemerintahan untuk meningkatkan pengawasan dan menindak tegas pelaku eksploitasi anak.

Inilah beberapa tuntutan yang mereka sampaikan, kemudian aksi diakhiri dengan menyanyikan lagu kartini dan darah juang. Semoga aksi yang digelar tepat pada hari Kartini ini, tidak hanya berakhir di pinggir jalan. Tetapi dapat menjadi perhatian dan koreksi bersama mengenai salah satu permasalahn besar yang sedang dihadapi oleh perempuan. 
(Red: Kr. Edtr:Nm)

21 Mei 2015

MENAGIH JANJI REFORMASI







Oleh : VERDI DWIANSYAH


Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan sebagai Presiden setelah memangku jabatan selama 32 tahun memimpin Republik Indonesia, adalah Gerakan Reformasi 1998 yang di motori oleh Mahasiswa, pemuda, dan berbagai komponen Bangsa dalam setiap penjuru Tanah Air telah mengambil peran sebagai satu kekuatan menggulingkan puncak kekuasaan Rezim Orde Baru yang dikenal dengan Kepemimpinan dan sistem pemerintahan yang otoriter.

18 Mei 2015

Pleno II HMI Cabang Bengkulu

Pleno II Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu 15-17 Mei 2015 Bertempat di Sekretariat Wisma Insan Cita, Pleno II di Hadiri Pengurus Cabang, Komisariat di Lingkungan Cabang & Lembaga Profesi dilingkungan HMI Cabang Bengkulu.
Keputusan Tetap Menuju Konfercap 04-07 Juni 2015. Yakusa

Moment Keaktifan Forum Latihan Kader II


Moment Keaktifan Forum Latihan Kader II (Intermediate Training) yang berlangsung 14-19 April 2015 di Wisma Haji Provinsi Bengkulu, Tampak Forum yang terdiri dari Kader Cabang Se-Indonesia Bersemangat dalam Menyimak dan merespons Materi yang diberikan.
Sekapur Sirih Dibuka Langsung Oleh Wakil Gubernur Provinsi Bengkulu & KAHMI dalam Pembukaan Latihan Kader II (Intermediate Training ) & Latihan Khusus Kohati (LKK) Himpunan Mahasiswa Islam 19 April 2015 bertempat di Wisma Haji Provinsi Bengkulu

01 Januari 2015

BASIC TRAINING HMI KOMISRIAT UMB MEMUALAFKAN KADER

Basic Training atau sering disebut Latihan Kader (LK) 1 merupakan langkah awal menjadi kader Himpunan Mahasiswa Islam. Latihan kader 1 Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) yang dilaksanakan dari hari Rabu tanggal 24-28 Desember 2014 yang dilakasanakan di Balai Transito UNIB Belakang Kelurahan Kandang Limun Bengkulu dengan mengambil tema “Terwujudnya Kader Militan Yang Bermartabat Sesuai dengan Khittah Perjuangan HMI”. Kader HMI yang lulus pada Latihan Kader 1 UMB ini sebanyak 11 kader, yang salah satunya kader mualaf.

            “Peserta Latihan Kader 1 Komisariat UMB diikuti  13 peserta, dan sampai akhir pelaksanaan Latihan Kader 1 dan dinyatakan lulus sebanyak 11 kader HMI, Latihan Kader kali ini mengambil tema “Terwujudnya Kader Militan Yang Bermartabat Sesuai dengan Khittah Perjuangan Hmi, dengan melihat kondisi Komisariat UMB saat ini diharapkan dari kader- kader yang dihasilkan nantinya memiliki jiwa yang militan dan bermartabat memiliki kemampuan Intelektual yang di dasari dengan nilai-nilai Islam dan nilai-nilai perjuangan HMI” terang Ketua Panitia.
           
“Latihan Kader 1 merupakan langkah awal dalam berproses dan berkader di Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI) terutama di Komisariat UMB dan HMI Cabang Bengkulu. kader-kader yang dihasilkan dari latihan kader 1 ini diharapakan memiliki nilai-nilai yang diharapkan sesuai dengan tema Latihan Kader 1 “Terwujudnya Kader Militan Yang Bermartabat Sesuai dengan Khitah Perjuangan HMI” dan menjadi pelopor pergerakan dan penjaga nilai-nilai HMI dilingkungan Komisariat UMB dan HMI Cabang Bengkulu,”ujar ketua Umum Komisariat UMB Edo.
           
Latihan Kader 1 Komisariat UMB kali ini ada hal yang menarik, karena ada salah satu peserta calon kader yang menjadi mualaf pada waktu pelaksanaan latihan kader 1 ini berjalan. Kader mualaf ini tertarik memeluk islam karena, kader tersebut ingin mencari dan mempelajari agama Islam terutama di HMI sehingga mengikuti latihan kader 1 Komisariat UMB.


            “Kader HMI harus meningkatkan nilai-nilai Islam dan nilai Intelektual dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT, apalagi dalam Latihan Kader 1 ini ada kader yang Mualaf, maka kita harus menunjukan Islam yang Rahmatan lil Alamin kepada seluruh umat manusia ciptaan-Nya, dan mengnerpakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang tetap menjaga nilai Islam,”tutup Ketua Umum Komisariat UMB (Ctr)

30 Desember 2014

Peringati Hari Ibu Kohati Bengkulu Gelar Diskusi Publik

Bengkulu ,MataReality- Dalam rangka memperingati Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember, Korps HmI-Wati (KOHATI) Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bengkulu menggelar Diskusi Publik pada sabtu (27/12/2014) bertempat di Aula Serba Guna Universitas Dehasen Bengkulu acara dihadiri oleh segenap kader HMI-wan , HMI-wati selingkungan Cabang Bengkulu beserta para tamu undangan dari beberapa Organisasi.

Acara Diskusi Publik mengangkat Tema “Memperkokoh Posisi perempuan Sebagai Tiang Negara”. Dengan Narasumber Yunda Rine Eka Putri & Yunda Sri yang merupakan Alumni HMI cabang Bengkulu dan di buka langsung oleh Ketua Umum HMI Cabang Bengkulu Abdul Aziz MN.

Dalam penyampaiannya Ketua Umum Kohati Cabang Bengkulu yang juga merangkap sebagai Kabid PP HMI Cabang Bengkulu Mengatakan acara ini bertujuan untuk transfer pengetahuan dan sharing bagi para perempuan khususnya kader HMI-wati dilingkungan Cabang Bengkulu untuk dapat memahami perandan fungsi sebagai seorang perempuan “sesuai dengan tema yang diangkat Kohati Cabang bengkulu dalam peringatan hari ibu ini para perempuan Khususnya HMI-wati untuk dapat lebih memahami peran dan fungsi sebagai perempuan”ungkapnya.

Dalam penyampaian materinya yunda Rine dan yunda Sri memberikan pemahaman terhadap arti pentingnya seorang perempuan dalam kehidupan beragama,bangsa bahkan dalam kehidupan keluarga “Hendaknya perempuan khususnya terhadap HMI-wati untuk meletakkan Islam yang menjadi landasan dalam berkehidupan sehari-hari karena sebagai HMI-watiuntuk bisa menjadi tauladan bagi perempuan-perempuan lain.Ungkap salah satu pemateri.

Mengenai banyaknya gerakan-gerakan perempuan dari berbagai aliran yang berkembang di kehidupan kita saat ini Yunda Rine salah satu pemateri mengajak untuk dapat memahami secara holistik salah satunya dengan mempelajari sejarahnya.ungkapnya.(yks)


LokaKarya Format Pentrainingan HMI Cabang Bengkulu

Bengkulu ,MataReality- Pembukaan LokaKarya Format Penilaian Training HMI Cabang Bengkulu Oleh Bidang Pembinaan Anggota (PA) dan Badan Pengelola Latihan (BPL) dilaksanakan minggu, (21/12/2014) bertempat di Sekretariat Wisma Insan Cita HMI Cabang Bengkulu dan  di buka langsung oleh Ketua Umum HMI Cabang Bengkulu Abdul Aziz MN.

Dalam acara pembentukan dan pengajaran mengenai mekanisme pengkaderan serta format penilaian ini dihadiri oleh Perwakilan pengurus komisariat selingkungan HMI Cabang Bengkulu dalam Hal ini Ketua umum dan Ketua Bidang Penelitian, penggembangan dan pembinaan anggota (PPPA) serta para kader yang telah mengikuti LKII dan training Seniour Course (SC).


Acara Lokakarya ini diadakan selama satuhari Ujar Alfa Surya Astika selaku Kabid PA HMI Cabang Bengkulu ditambahkannya dengan adanya acara lokakarya ini diharapkan HMI cabang Bengkulu memiliki Instruktur yang berkompeten dalam ruang pengkaderan khususnya LK I sehingga dapat semakin meningkatkan kapasitas kader yang dihasilkan nantinya.(F94)

24 Desember 2014

Peringatan Hari Ibu KOHATI PERSIAPAN FKIP-MIPA UNIB Berlinang Air Mata

Bengkulu, MataReality - Peringatan Hari ibu yang dilangsungkan pada tanggal 21 Desember 2014 lalu oleh KOHATI HMI Komisariat FKIP-MIPA UNIB Berlangsung dengan sukses. Acara yang digelar satu hari lebih dulu dari tanggal 22 Desember 2014, tanggal Hari ibu  di desa Harapan Makmur kecamatan Pondok Kubang kabupaten Bengkulu Tengah  tersebut nyatanya membuat jatuh linangan air mata  ibu-ibu desa Harapan Makmur yang datang untuk menghadiri acara yang  dimulai pada pukul 08.30 dan berakhir pada pukul 11.00 WIB di balai desa Harapan Makmur tersebut. Pasalnya, rangkaian acara yang bertemakan “Upaya Peningkatan Mutu dan Peran Ibu Sebagai Pendidik Generasi Unggul Bangsa” tersebut  tidak hanya berupa acara sosialisasi hari ibu, tetapi juga meliputi ungkapan rasa terima kasih kepada sosok seorang ibu melalui persembahan pembacaan puisi dari kader KOHATI serta anak-anak di desa Harapan Makmur yang kemudian berhasil menyentuh hati semua ibu-ibu yang hadir.
                Pada sambutannya, Sri Hardiyanti ketua Umum Kohati Komisariat Persiapan FKIP-MIPA UNIB menjelaskan tentang betapa pentingnya peningkatan mutu serta peran seorang ibu sebagai seorang pendidik  “Diadakannya rangkaian acara ini, salah satunya tidak lain untuk memenuhi kebutuhan ibu-ibu  sendiri yang seperti kita ketahui bahwa seorang ibu adalah sosok yang memiliki peran yang sangat banyak, tidak itu dalam keluarga, namun juga di dalam masyarakat. Peran tersebut menjadikan sosok ibu memiliki posisi sangat istimewa. Namun, ada salah satu peran yang sangat krusial,yaitu  peran seorang ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Pendidikan tidak hanya dapat diberikan di bangu-bangku sekolah, namun juga di rumah dengan memberikan arahan, mengajarkan sopan santun kepada anak dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, rancangan kegiatan ini memang  langsung ditujukan untuk memberikan manfaat kepada ibu dalam upaya penguatan kapasitas ibu untuk terus memaksimalkan perannya sebagai pendidik generasi unggul bangsa.” Jelasnya
Acara yang diketuapanitiai oleh Diana Lukitasari ini meliputi sosialisasi dan penampilan persembahan untuk ibu. Materi yang disosialisasikan langsung disampaikan oleh  BKKBN mengenai peran ibu sebagai pendidik dan bagaimana metode mendidik yang baik bagi ibu dalam mendidik anak-anaknya. Acara kemudian  di buka langsung oleh Bapak Kepala Desa Harapan Makmur, dengan dimulai dengan kata sambutan dari ketua panitia, Diana Lukitasari, Ketua Umum Kohati HMI Komisariat persiapan FKIP-MIPA UNIB, Sri Hardiyanti, Ketua Umum HMI Komisariat perisiapan FKIP-MIPA UNIB, Kurniana dan setelah itu langsung secara resmi dibuka oleh Bapak Kepala Desa Harapan Makmur. Serta penampilan khusus dari anak-anak Desa Harapan Makmur yang membacakan puisi untuk ibu mereka dan penampilan dari KOHATI.
Ketua Panitia, Diana Lukitasari berharap adanya manfaat yang dapat di petik tidak hanya dari sisi penguatan kapasistas ibu sebagai pendidik, namun juga pada setiap kader yang hadir dan turut merayakan  hari ibu “Melalui Peringatan Hari Ibu ini, harapannya semoga kedepannya kita sebagai anak yang dilahirkan oleh seorang ibu dapat terus menjadi sosok yang berbakti kepada kedua orang tua. Seperti yang dikatakan oleh pepatah Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepenggalan. Hal ini menjabarkan bahwa betapa banyak harta yang kita miliki tidak akan dapat membalas kasih sayang seorang ibu,” ungkapnya.
                Acara Peringatan Hari Ibu tersebut kemudian ditutup dengan penampilan khusus pembacaan puisi  dari Ketua Umum KOHATI HMI CABANG BENGKULU dengan diiringi lagu bunda oleh seluruh kader KOHATI, pembagian bunga kepada seluruh ibu-ibu serta tidak lupa kembali diringi oleh ucapan “Selamat Hari Ibu!” yang dipandu langsung oleh sang Ketua Umum HMI komisariat persiapan FKIP-MIPA, Kurniana. (iik)
               



03 Desember 2014

LK 1 HMI Komisariat Fisip 11 Peserta Dinyatakan Lulus



Bengkulu, MataReality- Latihan Kader (LK) 1 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik (Fisip) Universitas Bengkulu yang berlangsung pada tanggal 27 November- 01 desember 2014 di balai transito, menyatakan 11 orang peserta lulus.

27 November 2014

“ Krisis Sastra, Krisis Karakter Bangsa “

Oleh:
Kurniana
Sastra merupakan karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya sastra berarti karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra memberikan wawasan yang umum tentang manusiawi, sosial, maupun intelektual, dengan caranya yang khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk menginterpretasikan teks sastra sesuai dengan wawasannya sendiri (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Sastra juga merupakan pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia ( Mursal Esten : 1978). Dengan kata lain sastra merupakan salah satu bagian dari kekayaan budaya dan peradaban suatu bangsa. Sastra juga mampu menunjukkan jati diri suatu bangsa yang sekaligus menjaga suatu bangsa dari arus modernisasi lewat pesan moral yang terkandung didalamnya.
Akan tetapi, bagaimana fungsi sastra dapat berpengaruh luas terhadap Indonesia jika masyarakat Indonesia sendiri kurang peduli terhadap sastra.Budaya untuk gemar membaca sastra diawali dengan rasa senang untuk membaca.Namun, menurut data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Masyarakat Indonesia lebih banyak tertarik dan memilih untuk menonton TV (85,9%) dan atau mendengarkan radio (40,3%) disbanding membaca koran (23,5%).
Hasil penelitian yang dilakukan Tim Program of International Student Assessment (PISA) Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas menunjukkan kemahiran membaca anak usia 15 tahun di Indonesia sangat memprihatinkan. Sekitar 37,6 persen hanya bias membaca tanpa bias menangkap maknanya dan 24,8 persen hanya bias mengaitkan teks yang dibaca dengan satu informasi pengetahuan (Kompas, 2 Juli 2003). Hal ini juga diungkapkan oleh mantan Wakil menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Musliar Kasim,bahwa minat baca anak-anak di Tanah Air masih rendah ( Antara News, 5 November 2012 ).
Modernisasi yang berkembang pesat saat ini juga mengubah cara pandang sebagian besar pemuda Indonesia yang seolah-olah menenggelamkan sastra yang membawanya pada kepunahan.Dimata generasi muda, sastra merupakan hal yang kuno dan terbelakang yang menyebabkan kurangnnya minat untuk membaca ,memahami, atau membuat karya sastra itu sendiri.
Disisi lain, sastra juga dianggap sebagai suatu bacaan yang susah untuk dipahami, dilihat dari bahasa yang digunakan, cerita yang diangkat ,serta pesan yang ingin disampaikan sangat kompleks. Hal ini juga yang menjadi penyebab kurangnya minat pemuda untuk membaca karya sastra.Padahal, Sastra bukan sekedar bacaan yang berfungsi untuk menghibur ,namun sastra juga dapat menyentuh pribadi kehidupan manusia, menunjang keterampilan, meningkatkan pengetahuan , mengembangkan rasa karsa , serta membentuk watak ( Moody dalam Rizanur Gani, 1988 ). Pengembangan rasa karsa menyangkut pengembangan sensasi motor yang memadu aktifitas fisik dan sensitifitas rasa, pengembangan kecendikiaan, yaitu proses logis yang mengandung persepsi akurat, interpretasi bahasa dengan formulasi yang serasi, pengembangan perasaan yang melibatkan rasa serta emosi, dan pengembangan rasa social yaitu kesadaran sikap yang didasarkan pada pengertian dan minat terhadap lingkungan, sampai kepada perubahan positif dalam menjunjung tingg inilai-nilai budaya bangsa yang wujudnya nasional.
Sastra diciptakan dengan kreativitas yang tinggi, bersifat fiktif namun merupakan hasil pengamatan, hasil tanggapan, fantasi, perasaan, pikiran, dan merupakan kehendak tentang dunia nyata.Dalam sastra kenyataan hidup ditampilkan secara menakjubkan.Itulah sebabnya“ sastra menjadi sebuah cermin atau gambar mengenai kenyataan “ ( Luxemburg ,1984 ). Tolstoy juga mengungkapkan bahwa sastra mempunyai tugas suci yang dapat dijadikan alat untuk membuka hati orang, bahkan dalam keutuhan bentuknya, sastra dapat menyentuh pribadi kehidupan manusia, menunjang keterampilan berbahasa, dan pembentukan watak seseorang.
Sayangnya, kurangnya minat tersebut berakibat pada merosotnya sikap – sikap serta karakter pemuda Indonesia yang ditiru lewat karya-karya seni modern yang dianggap lebih menyenangkan.Bagaimana tidak, dilihatdari jam bermain anak-anak Indonesia masih sangat tinggi.Sebagai perbandingan, anak-anak di Korea dan Vietnam yang mengabiskan waktu mereka untuk belajar dan membaca bersama.
Dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia belum menyadari pentingnya sastra bagi suatu bangsa yang mampu menciptakan karakter baik bagi bangsanya.Perilaku konsumtif terhadap karya seni modern yang bersifat mejauhkan dari jati diri bangsa malah semakin digemari. Krisis sastra di negeri sendiri ini juga menunjukkan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap perubahan sikap generasi muda kearah negatif yang mulai meniru budaya asing tanpa penyaringan yang ketat.
Artinya, gemar terhadap sastra merupakan salah satu cara yang harus dijaga agar karakter tersebut dapat dilestarikan, karena sastra mengambil peranan penting terhadap pertahanan karakter yang dilihat dari fungsi sastra itu sendiri yang menunjukkan bahwa sastra bukan sekedar bacaan yang berfungsi untuk menghibur tapi juga mampu membawa perubahan positif terhadap sikap dalam menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa.


TRENDING TOPIK

Pentingnya Organisasi Kepemudaan dalam Membangun Bangsa

Organisasi kepemudaan memiliki peran yang sangat penting dalam membantu pelembagaan kepemudaan dan memperkuat identitas nasional di Indonesi...