|
Meike |
Suaramu semakin samar terdengar dikala aku mendekat denganmu. Jarak kita tak jauh sama sekali, tapi serasa kau berada di tempat berbeda, Aku berusaha menjernihkan telinga untuk menyaring suaramu dan membungkusnya dalam hatiku. Pelan dan pelan aku mendiam sejenak untuk mendengar suara itu. Lagi, tak kurasakan hela nafas dan suara berat yang biasa ku dengar itu. Aku memalingkan wajahku untuk menangis. Agar tak terlihat oleh mata – mata yang mencari sela lelahku padamu. Bolehkah aku bertanya padamu. Kata demi kata sudah rapi dan lama tersusun disini. Namun tak berani untuk ku ucap jika itu denganmu. Aku memilih mengunci lidahku untuk tak berserapah dan bicara. Aku takut dan dingin jika kamu menghilang karena ucapku nanti.
Dua hingga tiga hari ini kau menghilang dari parasku. Mata itu juga tak ku temukan tatapnya yang biasa menatapku dengan tajam. Senyum di sudut bibir yang biasa kau sapakan untuk menemani malamku yang sendu. Aku merindukanmu. Rindu bertabur cemburu yang tak tahu ditujukan pada siapa. Semua ciri sosok suara dan berat serta mata sipit yang berkilau dan tajam itu kemana larinya. Tak kutemui pertanda darimu atas hadirku. Bisakah aku menyentuh ruang – ruang yang kau sekat.
Tidak ada komentar:
Write $type={blogger}Terimakasih atas partisipasinya
regards
mata reality