Oleh : Kurniana
Sepi, hening ,dikelilingi pohon – pohon tua yang lebat,tapi menenangkan. Begitulah suasana Desa Air Berkilir di Kabupaten Sasangga kala itu.
“pagi
bener pak,biasanya nunggu ibu selesai masak dulu “.
“ Bapak khawatir bu, sama kerbau disawah”. Bapak
tergesa – gesa berangkat keluar rumah dengan cangkul dan topi rumbianya. Tanpa menoleh kekiri ataupun kanan, jalan bapak
super cepat sekali karena begitulah bapak Imran yang selalu bersemangat demi
menghidupi istri yang sangat
dicintainya. Dua jam sudah pak imran berjalan
menyusuri pematang bukit yang jalannya begitu terjal. Sungguh tak dapat ditempuh dengan berjalan kaki,tapi begitulah
kenyataanya bahwa bapak tak pernah mengeluh. Peluh
bercucuran membasahi keningnya,sesekali di usapnya dengan tangan.
Tampak dari
kejauhan mata pak imran mengarah ke kandang kerbaunya,kerutan kening mulai
tampak,jantung pak imran mulai merasakan cemas.”dimana kerbau saya??!! “ mata bapak mulai mengelilingi sekitar
sawah yang sedikit berlumpur tersebut.
Diikutinya
jejak kaki kerbau yang mengarah ke luar sawahnya.sungguh rasa kecewa mulai
memenuhi pikiran pak imran,kerbaunya yang lagi
mengandung yang beliau persiapkan untuk dijual yang nantinya ingin digunakan
untuk jamuan kecil-kecilan menyambut kelahiran anak pertamanya,harus ia relakan
meski sebenarnya hati pak imran menggerutu.Apalagi
ketika pikirannya melayang tertuju kepada istrinya yang lagi mengandung
anak pertama mereka.
“Tuhan aku tahu tak
ada benda apapun yang seutuhnya milikku,terkecuali atas kebesaran-Mu. Aku
bahagia,ada istri dan calon anakku hadiah terindah
dari-Mu.” Ucapnya dalam hati.
Tepat pukul
05.10 pagi,hari masih gelap.tampak rembulan masih setia pada sandarannya langit
yang begitu menceritakan kebahagiaan bahwa Tuhan telah menciptakan seorang
putri buah cinta pak imran dan istri yang sangat dicintainya.Tangis pertama anak
itu mulai memecah keheningan. Tangis bahagia mulai mengucur
diwajah pak imran setelah tiga tahun ia tunggu karena belum Tuhan izinkan
sebelumnya. Dipeluknya istri yang sangat dicintainya
itu,sampai berurai kembali tetesan – tetesan air mata yang tak mampu ia
bendung.”terima kasih, terima kasih…terimah kasih Tuhan”
“uuuuueeeeekk.....’uuuuuuuuuuueeekkkkkk....” berteriak
kembali sang bayi seakan mendengar
ucapan sang ayah kepada ibundanya.Dirangkulnya putri pertamanya,lalu ia
iqamatkan.tak lupa pak imran berdo’a atas syukur kepada Tuhan.sungguh mulai
lengkap kebahagiaan yang dirasakannya.Terlukis senyum bahagia di rautnya.
“bu,ibu istirahat aja dikamar.biar bapak yang
masak.Bapak kan jago masak.” Ucap bapak sambil tertawa. Begitulah kesetiaan bapak pada istrinya. Tak peduli seberat apapun pekerjaannya disawah atau di ladang,bapak
selalu membantu ibu dirumah. Terlebih sekarang istrinya habis
melahirkan.
“berapa sendok bu garemnya??,ntar keasinan ni
sayurnya.” teriak bapak pada ibu yang sedang dikamar menyusui anaknya mirna.
Ibu nggak
menjawab pertanyaan bapak,mungkin suara bapak kurang keras.tanpa menghiraukan
jawaban istrinya lagi,bapak langsung mengambil garam yang diletakkan didalam
botol biasannya ibu menyimpan. Ia tuangkan langsung tanpa
diletakkan kedalam sendok terlebih dahulu.
aduuuuh,,” garampun
masuk hampir seperempat botol,”yaa mana
garam halus!!
Tak tahu
lagi bagaimana rasa sayur yang dimasak bapak,mungin sudah berubah menjadi
pahit.”gak apa-apa pak,masiih enak..Enak kok pak.” Sindir ibu
dengan senyumnya...
“ibu,,tadi
kan bapak kurang hati-hati aja,biasanya juga enak.” Tak pernah
mereka mempermasalahkan masalah sepele yang membuat keharmonisan mereka berkurang.ibu
dan pak imran selalu memahami akan kekurangan masing – masing. Bukankah pasangan hidup itu untuk saling
melengkapi,berbagi,mendewasakan, dan membahagiakan. Begitulah prinsip pak imran.
Gemercik air
sungai memecah heningnya pagi,burung – burung berkicau bersahut-sahutan,sang
bola merah mulai menampakkan rautnya. Tak luput beberapa kera ikut menari
berayun bersama lembutnya dahan. Lima ekor ikan ukuran sedang tergeletak di
dalam bubu pak imran
hasil dari pasangannya semalam.
“ikaan,,jangan dulu mati ya,biar Mirna lihat
kamu berenang,hehe” kata pak imran.dengan suara lantang pak imran memanggil mirna dari
luar,
“anakku sayaaang,ini ada ikan yang bisa
menari”
Tanpa sabar
bapak langsung meletakkan ikan itu,seperti orang kehausan yaa begitulah ikan
langsung berlari berkejar-kejaran. Mirna tertawa sangat bahagia apalagi ketika
melihat seekor ikan yang membuka mulut keatas permukaan air,dia geli seakan mau
mengajak mirna berbicara. Maklum saja
mirna baru berumur satu tahun lima bulan.
“sudah ya sayang mainnya,ibu masak ya ikannya?? ” tutur ibu.
Mirna mulai
diam tanda tak setuju. Mukanya mulai masam dan dan
sesekali menggigit jarinya.
Ayah
langsung mengajaknya bermain untuk melipurkan sedihnya. sungguh rasa kasih sayang dalam diri mirna mulai tumbuh . Bapak tersenyum menatap wajah polos mirna. Hati bapak terngiang pada masa lalu yang memutar otaknya mengingat
beberapa tahun silam yang hidupnya begitu hampa tanpa buah hati mereka. Tak henti ucap syukur bergema di hati bapak imran.
Sungguh maha
karya yang mengatur segala apa yang ada di bumi. Apakah manusia menyadari itu?
Entahlah...Hanya
saja pak imran tak mau mendustakan kebesaran-Nya. Air mata
penantian telah berganti seutuhnya berkat buah kesabaran
yang menggores sejarah bahagia keluarganya.
Pagi itu,tak seekor ayam pak imran berkokok, biasanya ketika pak imran bangun
untuk shalat subuh,alunan merdu si ayam – ayamnya selalu mengiringi. Tak seperti
biasanya. Beliau masih saja melanjutkan wudhunya Karena tak mau menunda shalatnya.
“Tuhan, aku ingin istri dan anak – anakku selaluberbahagia. Akuingin Engkau
cukupkan rejeki keluarga kami.semoga hari ini Engkau berikan rejeki yang berkah
dan besar ya Allah. A-miiin…
Ucapan itu mengakhiri do’a pak Imran.Kembali fikirannya tertutu pada ayam-ayamnya
yang tak kedengaran berkokok.
Lampu canting ( dari kaleng susu yang dilobangi dan diberi sumbu dengan bahan
bakar minyak tanah ) menerangi kandang ayam meski agak samar- samar.
Sejenak pak Imran berhenti menghela nafas . Sejenak diam kemudian meninggalkan
kandang ayam yang telah kosong entah dimakan mangsa atau…… dia tak mau melanjutkan
kata hatinya yang akan berbuntut pada suuzon.
Ya memang,terkadang kita sulit menyetujui apa yang telah direncanakanTuhan
yang padahal hal baik bagi kitapun belum tentu baik sepenuhnya,dan sebaliknya sesuatu
yang kita anggap buruk malah membawa kemaslahatan. Aku hanya berencana dan melakukan
urusan.
Sepuluh menit pak Imran duduk di meja makan sampai berfikir dengan sesekali
meniup kayu bakar karena ibu sedang memasak nasi. Mereka bercengkrama dengan
renyahnya.
#ini hanya pengantar cerita “Ayah,AKU ADA!
Sebenarnya cerita ini menceritakan tentang pengorbanan seorang ayah
untuk anak-anaknya,dengan segala keterbatasan ekonomi yang dimilikinya tanpa
menghilangkan didikan karakter yang membangun jiwa – jiwa yang kokoh untuk
anak-anaknya.
Tapi mohon maaf,cerita ini baru dikerjakan sampai pengantar saja…
maafkan saya yaa..
maaf yund.hehhee Mb litak yund, dag sanggup lagi nyelesaikan malam ini.. J
maaf dag sesuai janji..
maaf yund.hehhee Mb litak yund, dag sanggup lagi nyelesaikan malam ini.. J
maaf dag sesuai janji..
Tidak ada komentar:
Write $type={blogger}Terimakasih atas partisipasinya
regards
mata reality